I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil tangkapan merupakan hasil yang
diperoleh dari kegiatan perikanan tangkap. Mayoritas dari hasil tangkapan
adalah ikan yang mendominasi di perairan tersebut. Sebelum digunakan menjadi
bahan baku industri, hasil tangkapan tersebut diangkut ke pelabuhan setelah Hasil tangkapan tersebut dapat diolah menjadi
bahan baku industi yang nantinya dapat digunakan untuk pembuatan produk olahan
lainnya. Beberapa ikan tetentu
Hasil tangkapan yang dijadikan bahan
baku industri biasanya tergantung dari spesies dominan yang diperoleh dari
kegiatan penangkapan. Pada negara Amerika Latin, khususnya Chili, beberapa hasil
tangkapan yang diperoleh biasanya ikan
pelagis seperti makarel, sarden, ikan teri, dan ikan tenggiri. Ikan-ikan
tersebut sering digunakan sebagai bahan baku industri untuk pembuatan tepung
ikan, minyak ikan, dan pengalengan ikan. Dalam hal ini sarden dan ikan teri
merupakan hasil tangkapan yang banyak dijadikan sebagai bahan baku imdustri.
Sarden merupakan sebuah kelompok ikan
pelagis yang berlimpah dan didistribusikan ke seluruh dunia. Sarden merupakan
hasil tangkapan perikanan yang sangat penting dari sudut pandang ekonomi dan
makanan. Pada tahun 1986, menurut FAO, menangkapnya mencapai 23.942.744 ton dan
pada dasarnya terdiri atas Sardinella, Sardinopa, dan sarden jender Sardina.
Chile merupakan salah satu negara yang memproduksi dan mengekspor sarden kaleng
untuk keperluan konsumsi. Selain sarden, ikan teri juga dijadikan sebagai bahan
baku industri di Chili. Ikan teri dijadikan bahan baku dalam pembuatan tepung
ikan sehingga Chili merupakan salah satu negara pengasil tepung ikan yang
digunakan untuk pakan ikan.
Perikanan sarden dan ikan teri merupakan salah
satu hasil tangkapan yang telah berhasil dijadikan sebagai bahan baku industri.
Namun tetap tidak dapat dikonsumsi langsung, sehingga diperlukan aktivitas
seperti pengolahan untuk mendapatkan bahan baku industi yang mempunyai kualitas
yang baik.
Berdasarkan pada kondisi tersebut,
ikan sebagai hasil tangkapan dan juga sebagai bahan baku industri harus
mendapatkan penangan yang cepat karena mudah mengalami penurunan mutu. Hasil
tangkapan yang dijadikan sebagai bahan baku harus diperhatikan dari segi
kualitas agar produk yang dihasilkan dari bahan baku industri tersebut
mempunyai kualitas yang baik.
1.2 Tujuan
Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui hasil tangkapan apa saja yang diperoleh
di Amerika Latin, khusunya di Negara Chili. Selain itu mengetahui apa yang
dimaksud dengan bahan baku industri. Bukan hanya itu, dapat mengetahui apa saja
produk yang dapat dihasilkan dari bahan baku industri tersebut
.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam
bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket
teknologi. Faktor utama yang mendukung pengembangan industri perikanan
khususnya pada kegiatan industri penangkapan ikan adalah dengan tersedianya
prasarana pelabuhan perikanan sebagai tempat berlabuhnya kapal perikanan,
tempat melakukan kegiatan bongkar muat hasil perikanan dan sarana produksi dan
produksi, sehingga fungsi pelabuhan perikanan menjadi sangat luas. Pelabuhan
perikanan merupakan kawasan pengembangan industri perikanan, karena pembangunan
pelabuhan perikanan di suatu daerah atau wilayah merupakan embrio pembangunan
perekonomian.
Keberadaan pelabuhan perikanan dalam arti fisik, seperti kapasitas
pelabuhan harus mampu mendorong kegiatan ekonomi lainnya sehingga pelabuhan
perikanan menjadi suatu kawasan pengembangan industri perikanan. Salah satu
industri perikanan yang dapat diterapkan di pelabuhan perikanan adalah ikan
sarden dan ikan teri. Kedua jenis ikan ini merupakan ikan yang komersial dan
ekonomis penting baik dalam negeri maupun luar negeri, khususnya Amerika Latin
yang merupakan salah satu negara maju dalam bidang perikanan.
Ikan merupakan salah satu hasil perairan yang banyak dimanfaatkan
oleh manusia karena beberapa kelebihannya, antara lain merupakan sumber protein
hewani yang sangat potensial karena pada daging ikan dapat dijumpai senyawa
yang sangat penting bagi manusia yaitu karbohidrat, lemak, protein, garam-garam
mineral dan vitamin (Buckle et al. 1985 dalam Rahayu 1992). Kandungan zat-zat gizi tersebut menyebabkan
ikan sangat diminati oleh masyarakat sehingga kebutuhan ikan semakin meningkat
dengan berjalannya waktu. Di pasaran, ikan tidak hanya ditemukan dalam keadaan
segar tetapi juga ditemukan dalam bentuk kemasan, baik dalam bentuk kaleng
maupun plastik, hal ini akan memberikan kemudahan bagi para konsumen dalam
pengolahannya.
Salah satu produk industri ikan yang banyak ditemukan di pasaran
adalah ikan kaleng (Sardines) kemasan, yang komposisinya terdiri dari
ikan, pasta tomat, saus pepaya, garam dan pengawet. Ikan yang digunakan untuk
produk ikan kaleng (Sardines) kemasan ini ada bermacam-macam antara lain
ikan Sarden, ikan Tuna, ikan Kembung, ikan Kakap dan ikan Salam.
Pengalengan merupakan salah satu teknik pengolahan modern yang
dapat menghasilkan produk olahan dengan daya awet tinggi dan steril secara
komersial yang bebas dari
bakteri-bakteri patogen (Muljanah dan Murniyati 2009). Moeljanto (1990)
menyatakan lemak merupakan salah satu komponen yang menyebabkan rasa enak. Ikan
yang cocok diolah dengan pengalengan adalah ikan yang memiliki kadar lemak
tinggi yaitu 10-15%. Adapun tahap atau proses pengalengan ikan sebagai berikut:
III.
a. Penyediaan dan pemilihan bahan
mentah.
IV.
b. Pengawetan bahan mentah.
V.
c. Penyiangan dan pencucian.
VI.
d. Perlakuan terhadap bahan mentah
sebelum di kaleng.
VII.
e. Pengisian ke dalam kaleng.
VIII.
f. Pengeluaran udara dan penutupan
kaleng.
IX.
g. Penambahan saus.
X.
h. Penutupan kaleng.
XI.
i. Pemanasan atau sterilisasi.
XII.
j. Pendinginan.
XIII.
k. Pemasangan tabel.
XIV.
Hasil tangkapan ikan yang
dijadikan bahan baku industri sangat beragam. Bahan baku industri ini biasanya
dalam bentuk segar.
Contoh pengahasil ikan terbesar adalah Amerika Latin. Amerika Latin adalah sebutan untuk wilayah
benua Amerika
yang sebagian besar penduduknya merupakan penutur asli bahasa-bahasa Roman (terutama bahasa Spanyol dan bahasa Portugis) yang berasal dari bahasa Latin. Istilah Amerika Latin dipakai untuk membedakan wilayah ini
dengan wilayah Anglo-Amerika yang kadang-kadang dipakai untuk menyebut
wilayah benua Amerika dengan mayoritas penduduk adalah penutur asli bahasa Inggris. Di bagian selatan
Amerika terdapat sebuah Negara yaitu Chili. Chili merupakan sebuah negara yang "kurus" membujur di
sepanjang pesisir barat Amerika Latin, membelah hampir seluruh garis batas sebelah timur, sebagian
dari Argentina,
berbatasan dengan Bolivia
di utara atau timur laut dan dengan Peru
di ujung utara barat laut. Secara historis Chile adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia di
kawasan Amerika Selatan. Berdasarkan hasil survey pasar yang dilakukan oleh
KBRI Santiago diperoleh informasi mengenai komoditi ekspor utama Indonesia ke
Chile, yaitu bahan dan produk kimia, karet dan produk dari karet, tekstil,
batubara, komponen elektronik, peralatan komputer, sepatu, pakaian jadi, bahan
makanan dan glassware. Produk-produk Indonesia yang juga memiliki
potensi untuk memasuki pasar Chile antara lain handicraft dan souvenir, bahan
bangunan, alat kesehatan, aksesori dan suku cadang kendaraan bermotor,
peralatan dapur, produk plastik. Selain itu juga Negara Chili
merupakan Negara produk yang kaya akan hasil produksi perairan dan
pertaniannya. Di
sisi lain, Chili memposisikan dirinya sebagai penyedia terbesar kedua tepung
ikan ke China, penyedia terbesar ketiga potongan salmon beku, dan penyedia
terbesar keempat anggur botolan. Saat ini, 2% dari ekspor Chile ke China
berasal dari sektor makanan, skenario yang menunjukkan cukup banyaknya potensi
pertumbuhan.
Produksi
ikan sarden di pasaran Chili sangat diminati, karena kebanyakan masyarakat
disana mengkonsumsi ikan sebagai bahan pangan. Bahan baku dari ikan sarden
biasanya di Negara Chili memanfaatkan ikan tuna. Dengan semakin populernya konsumsi tuna kaleng di
seluruh dunia, maka negara-negara penghasil tuna pun semakin berlomba-lomba
untuk meningkatkan produksi tuna kaleng-nya termasuk di Negara Chili. Baik
dalam bentuk produk kovensional; seperti tuna kaleng dalam
minyak nabati (minyak kedelai, minyak biji bunga matahari), tuna kaleng dalam
air garam, tuna kaleng dalam air (spring water, rendah garam). Ataupun dalam
bentuk yang memiliki nilai tambah (value added tuna), seperti tuna dalam kemasan pouch,
tuna kaleng dalam bumbu (nasi goreng, chili – cabe pedas, mayonnaise) dan
lain-lain.
Di tahun 2011 diperkirakan konsumsi tuna dunia bisa mencapai 200 juta karton
per tahun (48 kaleng/karton). Tuna kaleng sebanyak 200 juta karton ini
diproduksi dalam berbagai ukuran tuna kaleng oleh banyak
negara dari berbagai wilayah, meliputi Asia, Amerika, Eropa, Timur Tengah,
Afrika dan lain-lain. Tuna kaleng pertama kali diproduksi tahun 1903, dan sejak
itu menjadi salah satu makanan yang paling populer di dunia. Di tahun 2009, konsumsi tuna
kaleng dunia telah mencapai 180 juta karton per tahun,
jumlah ini masih terus bertambah tiap tahunnya. Diperkirakan konsumsi ikan tuna
ini bisa mencapai 200 juta karton di tahun 2011 ataupun 2012. Umumnya satu
karton tuna kaleng terdiri dari 48 kaleng tuna ukuran retail.
Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan ikan tuna, baik
dalam dan luar negeri, penangkapan ikan tuna pun mulai banyak dilakukan di perairan
Indonesia lainnya, seperti Lautan Hindia sebelah barat Pulau Sumatera, sebelah
selatan Pulau Jawa, perairan di Nusa Tenggara, perairan di sebelah utara
Sulawesi dan perairan sebelah utara Papua. Bahkan di luar negeri pun salah
satunya di Negara Chili. Ikan tuna secara tradisional telah lama dikonsumsi
secara langsung ataupun dijadikan pindang oleh masyarakat Indonesia. Dengan
semakin berkembangnya pabrik pengalengan ikan tuna di berbagai daerah seperti
di Sulawesi Utara, Jawa Timur (Banyuwangi, Pasuruan), Papua, Bali, dan Jawa
Tengah (Cilacap), penangkapan ikan tuna lokal pun semakin bergairah. Bahkan di
luar negeri pun produk pengalengan ikan tuna sangat berkembang. Baik untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor ke luar negeri. Ekspor ikan
tuna ini terutama untuk kebutuhan pabrik tuna kaleng di luar
negeri, misalnya perusahaan pengalengan tuna di Thailand.
Teknologi penangkapan ikan tuna di Indonesia masih sederhana dan
dilakukan oleh para nelayan setempat. Hal ini berbeda sekali dengan perburuan
ikan tuna oleh negara-negara maju seperti Jepang, Korea dan Taiwan. Kapal
penangkap (catching
vessel) mereka memilik kapasitas 100-200 MT dan kapal pengepul (carrier
vessel) 1000-4000 MT, area tangkapannya pun sangat jauh sampai ke
ujung lautan Pasifik dan Hindia.
Kapal
penangkap para nelayan lokal memiliki kapasitas yang masih kecil, sekitar 3-10
MT (metric
ton) dengan jarak jelajah antara 100-200 mil ke tengan laut dan
memakan waktu sekitar 1-7 hari bolak-balik.
Jenis-jenis
kapal nelayan yang umum dipakai adalah:
- Payangan
(kapasitas 3 MT, jelajah 100 KM ke tengah laut, waktu jelajah 1-2 hari)
- Sekoci (crew
kapal: 6 orang, kapasitas 5 – 10 MT, jelajah 220 mil, waktu jelajah 4-5
hari)
- Slerek –
terdiri dari 2 kapal (besar dan kecil), crew kapal: 30 orang
kapasitas 20 MT, jelajah 50 mil.
- Trawl (crew
kapal: 25-30 orang, kapasitas 20-30 MT, jelajah 200 mil lebih ke tengah
laut)
Untuk
meningkatkan tangkapan ikan tuna, para nelayan menggunakan rumpon
sebagai daya tarik agar ikan tuna berkumpul dan berkembang biak di sekitarnya.
Rumpon ini berfungsi sebagai “perkampungan” ataupun “rumah” ikan tuna.
Secara sederhana rumpon merupakan kumpulan tali / daun-daunan yang dibuat para
nelayan dan terapung-apung di tengah laut. Setelah beberapa waktu, di sekitar
rumpon akan tumbuh plankton yang akhirnya akan menarik ikan-ikan lain
termasuk ikan tuna untuk berkumpul di sekitarnya.
Jenis
rumpon:
- Rumpon tengah,
jarak sekitar 220 mil ke tengah laut dengan kedalaman laut 6000 meter
- Rumpon pinggir,
jarak sekitar 50 mil ke tengah laut.
Rumpon akan
dibiarkan terapung-apung selama 2-4 bulan sebelum “menghasilkan” ikan tuna.
Agar rumpon ini tidak hanyut terbawa arus air laut, maka rumpon ini
“diikat” tali panjang sampai ke dasar laut.
Untuk
menentukan dan menemukan posisi rumpon, para nelayan sekarang ini sudah
menggunakan bantuan GPS (Global Positioning Systems). Setelah menghasilkan
ikan, rumpon ini bisa terus-terusan “dipanen” setiap bulan.
Selain ikan tuna adapun ikan
lemuru yang bisa di jadikan produk kalengan. ikan kalengan juga populer sebagai
pilihan lauk cepat saji Di luar negeri, pasaran ikan kaleng pelagis (ikan
permukaan laut) didominasi ikan sarden (sardines) dan makarel (mackerel). Khusus
produk ikan sarden kalengan domestik, bahan bakunya bisa dipastikan ikan lemuru
(Sardinella
lemuru). Ikan ini banyak terdapat di Selat Bali, wilayah perairan
antara Banyuwangi (Jawa Timur) dan Bali. Dalam versi Inggris, ikan ini disebut bali
sardinella. Sementara, yang terkenal sebagai ikan sarden sebetulnya
sarden jepang (Sardinella
melanostica). Karena nama lemuru kurang memiliki nilai jual, maka
yang dicantumkan di dalam kaleng hanya nama depannya. Jadilah si lemuru dijual
sebagai sarden atawa
sardencis. Mirip kebiasaan artis yang suka memakai nama beken
ketimbang nama aslinya. Dengan kata lain, saat “memasak” sarden, tak perlu
mencari-cari nama lemuru di kalengnya. Dijamin tidak akan ditemukan. Tapi ini
bukan perkara tipu-menipu karena ikan lemuru memang masih sekeluarga
sarden-sardenan. Dari segi nutrisi pun ikan lemuru tidak kalah bergizi
dibandingkan dengan sarden jepang. Bedanya cuma perkara tempat hidup.
Indonesia sebetulnya punya beberapa jenis sarden. Sebut saja Sardinella
longiceps, Sardinella sirm, Sardinella leigaster, dan Sardinella
clupeoides. Nama-nama ini merupakan produk tangkapan yang berasal
dari Pulau Seribu, Pekalongan, Tegal, dan Pelabuhan Ratu. Hanya saja
populasinya relatif kecil sehingga kalah ngetop dengan lemuru selat Bali. Di tempat hidupnya di
perairan Selat Bali, ikan ini punya banyak sebutan. Jika ukuran badannya masih
mungil (sekitar 10 cm), ia dipanggil semenit atau sempenit. Jika beranjak
remaja dan panjang badannya sekitar 12 cm, dijuluki protolan. Pada saat dewasa,
ketika mencapai 15 cm, disebut lemuru, tanpa embel-embel. Kalau lebih bongsor
lagi, dipanggil lemuru kucing.
Di kalangan penjual ikan segar, lemuru tergolong ikan yang tidak
disukai karena gampang busuk. Dulu, ketika industri pengalengan ikan belum
berkembang, nasib lemuru tidak berbeda dengan jenis ikan lain yang biasa dijual
di pasar tradisional. Pada musim tangkap, nelayan biasa memperoleh lemuru dalam
jumlah besar-besaran. Di atas palka, ikan ini ditumpuk begitu saja dengan es
balok yang minim. Karena penanganan yang buruk ini, begitu sampai di tempat
pelelangan, mutunya cepat sekali merosot. Sering baru separuh terjual, sisanya
sudah busuk. Digratiskan pun tidak ada yang mau. Kalau sudah begitu, ikan ini
dibuang begitu saja. Karena sifatnya yang cepat busuk, penjualan lemuru segar
hanya terbatas di daerah Muncar (Banyuwangi) atau Cupel, Pengambengan, dan
Kedonganan). Di luar daerah itu, lemuru dijual sudah dalam bentuk olahan.
Mungkin berupa ikan pindang, ikan asin, atau tepung ikan. Namun kisah pilu itu
tidak berlangsung lama. Seiring perkembangan industri perikanan, ikan lemuru
ikut naik pangkat. Sama seperti ikan tuna dan cakalang. Bedanya, tuna dan
cakalang dikalengkan dengan tambahan minyak biji kapuk atau minyak jagung, yang
sesuai dengan lidah Barat, lalu diekspor.
Sementara ikan lemuru cukup “direndam” dengan saus tomat, plus
sedikit cabai, lalu dijual dengan nama sarden. Istilah kocaknya, ikan tidur
pakai bantal tomat. Dengan cara ini, penjualan ikan lemuru tidak
hanya mengandalkan pelelangan, tapi bisa masuk industri pengalengan. Tidak
semua lemuru bisa dikalengkan tentunya. Hanya lemuru dengan kualitas prima yang
diolah. Jika kondisi awalnya sudah rusak, produk akhirnya akan terasa gatal di
lidah karena munculnya senyawa histamin. Daging ikan ini mudah hancur. Untuk
memperkuat struktur dagingnya, sebelum dikalengkan, ikan ini direndam dalam
larutan garam encer 15% selama 15 menit. Selain memperkuat struktur daging,
perlakuan ini juga bertujuan untuk menambah rasa lezat.
Di pabrik pengalengan, ukuran lemuru menentukan kelasnya. Lemuru
kucing yang badannya gede masuk kemasan kaleng besar. Sedangkan lemuru (tanpa
embel-embel) yang ukurannya sedang masuk ke kaleng medium. Sementara protolan
yang ukuran badannya lebih mungil masuk ke kaleng ukuran kecil. Dengan baju
baru itu, lemuru bisa masuk supermarket, tak perlu takut busuk di tempat
pelelangan ikan.
Seperti yang biasa dijumpai di produk sarden kalengan, ukuran
panjang ikan ini saat dewasa sekitar 15 – 25 cm. Bentuk tubuhnya memanjang atau
mampat ke samping. Warna kulitnya mengilap di bagian perut dan biru di bagian
punggung. Di habitatnya, ikan lemuru senang bergerombol membentuk schooling, kelompok
yang besar dan padat. Mereka kelompok bukan sekadar untuk ngerumpi masalah
poligami, tapi juga karena alasan bertahan hidup. Dengan bergerombol seperti
itu, mereka lebih mudah mencari makanan. Makanan mereka plankton (jasad renik)
yang banyak terdapat di permukaan laut. Tak hanya fitoplankton (tumbuhan renik)
yang dilahap. Zooplankton (hewan renik) pun disantap. Ikan ini terkenal rakus
makan plankton. Uniknya, pertumbuhan panjang badannya tidak secepat pertambahan
bobot badan. Dalam ilmu perikanan, pola pertumbuhan ini disebut positive
allometric. Bobot badannya sudah naik banyak, tapi panjang badannya
hanya bertambah sedikit.
Menurut para peneliti, kerakusan lemuru terhadap fitoplankton dan
zooplankton ini menyebabkan ikan ini kaya kandungan omega-3,
salah satu jenis lemak tak jenuh yang diyakini punya banyak manfaat buat
kesehatan. Asal tahu saja, kandungan omega-3 ikan lemuru menjadi bahan
disertasi Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP, yang kini menjadi Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. Menurut hasil penelitiannya, kandungan omega-3
dalam ikan itu terbukti memperlentur pembuluh darah dan memperkuat daya tahan
otot jantung masyarakat Banyuwangi yang gemar mengonsumsi ikan ini.
Ikan lemuru tergolong ikan musiman. Musim tangkapnya terjadi pada
bulan Juni sampai September. Masa ini biasa disebut sebagai musim timur. Pada
saat itu, massa air dari dasar lautan naik ke permukaan. Istilah kerennya, upwelling. Massa
air dari dasar laut ini kaya nutrisi sehingga menyuburkan plankton di
permukaan. Otomatis, ikan lemuru pun panen makanan. Sementara di atas mereka,
para nelayan bersiap-siap memasang jaring.
Saat melahap
plankton, mereka melakukannya dengan bergerombol membentuk schooling.
Ukuran panjang gerombolan lemuru itu bisa mencapai ratusan meter dengan
ketebalan (ketinggian) belasan sampai puluhan meter. Pada Bulan Sepetember,
bulan puncak panen, ketebalan schooling bisa sampai 50 m. Kepadatannya bisa mencapai
3.000 ekor ikan per m3. Artinya, dalam 1 l air laut terdapat tiga ekor ikan
lemuru. Sangat padat.
Ukuran schooling
lemuru tergolong besar untuk kelas ikan pelagis di daerah tropis seperti
Indonesia. Namun, jika dibandingkan dengan saudaranya, sarden jepang, ukuran schooling
lemuru tidak ada apa-apanya. Di daerah empat musim seperti Jepang, ukuran
gerombolan ikan sarden bisa mencapai 5 km! Seperti karnaval.
Kebiasaan
bergerombol, selain mempermudah mereka mencari makanan, juga mempermudah para
nelayan menangkap mereka. Untuk menjerat lemuru, tak perlu alat pengumpul ikan
seperti rumpon atau lampu pemikat, seperti yang biasa dipakai nelayan saat
berburu ikan layang di Laut Jawa. Para nelayan cukup menggunakan pukat cincin
(mereka menyebutnya “jaring kolor”). Alat ini berupa jaring lingkar yang
sederhana, berbentuk seperti keranjang kantong raksasa. Jaring ini dipasang di
wilayah yang menjadi sarang gerombolan lemuru. Begitu kawanan lemuru
terperangkap di dalamnya, diameter jaring kolor dikecilkan dengan cara
ujung-ujungnya ditarik. Lalu, lemuru-lemuru malang itu pun tinggal diciduk
saja.
Berdasarkan pola migrasinya, pada siang hari kawanan lemuru lebih
suka ngumpet
di lapisan perariran yang dalam. Pada malam hari, mereka baru naik ke lapisan
permukaan. Itu sebabnya pada malam hari, hasil tangkapan dijamin lebih banyak.
Ini salah satu kiat sukses jika mau menangguk lemuru. Datang saja malam-malam
ke Selat Bali, lalu mainkan kolor, maksudnya jaring kolor, dijamin dapat
lemuru. Biasanya, hasil tangkapan semakin melimpah saat musim El-Nino. Suatu
musim yang ditandai dengan penurunan suhu permukaan air laut. Biasanya disertai
dengan kemarau panjang.
Para nelayan tradisional menandai masa penen lemuru dimulai
setelah masa panen cumi-cumi berakhir. Begitu masa panen lemuru berakhir,
gerombolan lemuru seolah menghilang begitu saja dari Selat Bali. Bagi nelayan
tradisional, raibnya lemuru sepintas tampak misterius, seolah ditelan dasar
samudera. Tentu saja mereka tidak hilang begitu saja. Penjelasannya sederhana.
Mereka menyebar ke perairan laut lepas yang jauh dari jangkauan jaring kolor. Biasanya
hasil tangkapan ikan, ikan yang diperoleh akan di jual ke masyarakat dengan
cara pelelangan yang di lakukan di sekitar pantai atau pelabuhan. Fungsi
pelabuhan perikanan di luar negeri adalah agar dapat membongkar, menjual atau mentransfer
hasil tangkapan ikan ke pasar untuk dijual, lalu dilanjutkan dengan tugas, seperti mengisi suplemen dari persediaan, melakukan perbaikan dan pemeliharaan kapal nelayan,
dan memastikan kapal dapat diterapkan untuk navigasi laut. Selain
itu, para awak kapal dapat dilengkapi dengan fasilitas rekreasi untuk imbalan
jangka panjang mereka bekerja keras bekerja di laut. Dengan pendirian pangkalan
penangkapan ikan di luar negeri, kapal-kapal nelayan dapat dioperasikan pada
tiga samudra besar untuk jangka panjang dan sebagai hasilnya, efisiensi operasi
kapal penangkap ikan telah ditingkatkan dan pengembangan perikanan pelagis telah
dipermudah.
XV.
PEMBAHASAN
Hasil tangkapan perikanan diperoleh
dari kegiatan penangkapan di perairan. Hasil tersebut dibawa ke pelabuhan untuk
dilakukan pengangan selanjutnya. Dalam penangkapan, biasanya hasil yang paling
banyak diperoleh dari kegiatan tersebut adalah ikan. Makalah ini membahas
tentang hasil tangkapan yang dijadikan suatu bahan baku industri yang
selanjutnya bisa dijadikan suatu produk yang bermanfaat dari penggunaan bahan
baku tersebut. Negara yang dibahas di sini adalah Chili yang merupakan salah
satu negara bagian Amerika Latin. Pembahasan bahan baku industri dalam makalah
ini didasarkan dari data yang diperoleh melalui tayangan video-video yang
langsung dari negara itu sendiri.
Sebelum
membahas mengenai video, adakalanya perlu diketahui bagaimana hasil tangkapan tersebut
diproleh. Seperti yang telah diketahui, ikan merupakan komoditas penting bagi
ketersedian pangan dunia. Oleh karena itu penyediaan komoditas ikan harus
ditingkatkan agar kebutuhannya terpenuhi. Dalam menperoleh komoditas ikan, harus
dilakukan serangkangkaian kegiatan penangkapan ikan, mulai dari penyiapan kapal
perikanan, pemilihan jenis alat tangkap untuk jenis ikan tertentu, penentuan
lokasi penangkapan ikan, penanganan setelah ikan diperoleh, metode penyimpanan
yang dipilih, penanganan setelah sampai dipelabuhan sampai akhirnya sampai ke
tangan masyarakat. Bahan baku industri perikanan meliputi ikan-ikan hasil
tangkapan yang ditangkap melalui kegiatan penagkapan. Biasanya ikan-ikan yang
dijadikan bahan baku industri ditangkap dalam skala besar, misalnya menggunakan
kapal perikanan besar dengan alat tangkap purse seine, huhate, longline.
Kegiatannya juga berlangsung lama ditengah laut, sehingga diperlukan penanganan
di atas kapal terlebih dahulu agar ikan yang didapatkan terjaga kualitasnya
sampai didaratkan di pelabuhan melalui pembersihan ikan dan penyimpanannya di
dalam kapal harus dalam kondisi beku dan ditempatkan dengan baik. Setelah
jumlah ikan yang diinginkan terpenuhi, maka kapal akan melakukan pendaratan ke
pelabuhan dan mendapatkan penanganan lanjutan.
Pelabuhan di
Chili dikelola sejak tahun 1990-an oleh badan pemerintah pusat yang mengatur
semua aktivitas pelabuhan. Lokasi geografis memainkan peran penting dalam
sistem transportasi Chili sehingga memiliki dampak yang signifikan pada perekonomian
negara ini. Lebih dari 90% perdagangan luar negeri di Chili melalui pelabuhan.
Namun ada empat hambatan yang mengganggu sektor pelabuhan di Chili yaitu
keterbatasan geografis, modal awal, keberlanjutan biaya pemeliharaan dan
pengembangan serta pengalaman dalam operasi pelabuhan. Hari demi hari stok ikan
dalam kegiataan perikanan di Chili berkurang karena kurangnya kontrol dan
regulasi atas perikanan di Samudera Pasifik Selatan. Jack Mackerel (Trachurus murphiy) adalah sasaran utama
perikanan di Chili. Oleh karena itu negara melindungi spesies ini melalui
program yang ketat. Namun, hasil tangkapan di negara Chili beraneka ragam.
Mulai dari ikan salmon, ikan sarden, jack mackerel, dan ikan teri.
Secara khusus, dalam spesies ini mengalami
migrasi sehingga keluar dari batas-batas wilayah kekuasaan Chili. Hal ini
menyebabkan gerombolan ikan ini menjadi sasaran penangkapan bagi armada
penangkapan ikan di wilayah-wilayah lain. Maksud negara Chili melindungi
spesies ikan-ikan tertentu agar juvenil
ikan tidak ikut terambil dan dapat dijadikan tepung ikan. Padahal potensinya
saat berukuran besar akan lebih menguntungkan. Salah satu spesies utama yang di
ekspor ke pasar Amerika adalah Patogonian toothfish (Dissostichus eleginoides) yang dikenal dengan Seabass Chili.
Ikan yang
diolah dalam kegiatan industri biasanya dalam bentuk pengasinan, pengeringan,
pengasapan, pembekuan, pengalengan, pengawetan dalam air cuka atau air garam.
Industrialisasi ikan dan makanan laut yang paling berkembang adalah industri
pembekuan, pengalengan, pembuatan tepung ikan dan pembuatan minyak ikan.
Meskipun beberapa perusahaan telah melakukan investasi besar, namun kegiatan
pengelolahan belum dapat terlaksana dengan baik karena dipengaruhi oleh
kurangnya ketersedian bahan baku industri. Untuk memenuhi kurangnya stok bahan
baku kadang kala harus dilakukan impor bahan baku dari negara lain. Sebaliknya,
jika hasil tangkapan berlebih maka negara akan mengekspor ke negara lain. Namun
saat ingin mengirimkan bahan baku atau produk olahan ke negara lain, harus
memprioritaskan kualitas karena setiap negara memiliki standar tertentu untuk
dapat menerima barang dari negara lain. Secara teknologi, inovasi yang paling
penting adalah sistem pendingin agar kualitas ikan tetap terjaga.
Sebuah industri tepung ikan
memerlukan pasokan bahan baku secara teratur. Ketika merencanakan pabrik tepung
ikan, perlu untuk mengetahui jenis spesies ikan yang tersedia, panjang musim
penangkapan ikan, lokasi adanya ikan, dan alat tangkap yang tepat intuk
menangkap ikan, sehingga memungkinkan dapat dilakukan penangkapan ikan pada
periode waktu tertentu secara terus menerus. Hampir semua spesies ikan serta
organisme hewan laut lainnya pada prinsipnya dapat diubah menjadi tepung ikan.
Bahan baku industri ikan yang digunakan pada pembuatan tepung ikan dan minyak
ikan pada setiap negara berbeda. Komposisi dan kualitas bahan baku merupakan
faktor utama dalam menentukan sifat-sifat dan hasil produk. Pemisahan zat lemak
(lipid) dari konstituen lain dari lemak hewan laut adalah salah satu operasi
utama dalam pembuatan tepung ikan dan minyak.
Ikan cod (Gadoids) yang memiliki tubuh yang ramping merupakan bahan baku
dalam pembuatan tepung ikan putih dan jenis ikan jenis ini menyimpan sebagian
besar lemaknya dalam hati. Ikan herring (Clupeids)
merupakan sumber bahan baku utama dalam pembuatan tepung ikan dan minyak. Lemak
pada ikan ini tidak terkonsentrasi di dalam hati melainkan terdistribusikan ke
seluruh tubuh ikan. Ikan makarel (Scombroids)
juga merupakan jenis ikan yang memiliki kandungan lemak yang tinggi sehingga
dapat dijadikan bahan baku industri minyak ikan. Ikan hiu (Elasmobranch) tidak ditangkap khusus untuk produksi bahan baku
minyak ikan tapi dapat digunakan untuk bahan baku industri lainnya. Ikan salmon
(Salmonoids) umumnya tidak digunakan
sebagai bahan produksi tepung ikan, hanya jeroannya saja yang digunakan untuk
tepung ikan. Komposisi ikan sangat bervariasi sepanjang tahun, sampling
sistematis dan analisis variasi musiman memberikan informasi penting ketika
mempertimbangkan pembentukan industri tepung ikan. Melalui analisis, bahan baku
seseorang bisa memperkirakan jumlah tepung ikan dan minyak yang dapat
diproduksi karena adanya nilai bahan baku. Kandungan air memberikan angka-angka
dasar untuk biaya pengeringan. Ada keterkaitan antara lemak dan air pada ikan,
yaitu lemak dan air merupakan konstituen pelengkap karena lemak menggantikan
air di dalam daging, karena variasi musiman. Pada jumlah tertentu, bahan baku
dapat meningkatkan kandungan lemak yang akan mengarah untuk menghasilkan minyak
yang meningkat, permintaan berkurang pada pengeringan energi dan meningkatkan
kapasitas pengolahan pabrik.
Beberapa negara, armada
penangkapan ikan dan industri tepung ikan adalah suatu hal yang terpisah,
komposisi dan tingkat kerusakan bahan baku dapat digunakan sebagai bahan baku
untuk mengevaluasi harga. Armada penangkapan ikan dioperasikan sebagai ujung
tombak dari kegiatan industri, evaluasi tersebut dapat digunakan untuk
memprediksi hasil produk, kualitas dan sebagai kontrol efisiensi produksi.
Bagian pengecekan menberi syarat bahwa sampel yang representatif dari hasil
tangkapan masing-masing harus dikirimkan untuk analisis di laboratorium
kontrol. Kegiatan sampling tidak mudah karena adanya variasi yang cukup besar
dalam ukuran, kualitas dan jenis ikan hasil tangkapan. Pada alat tangkap purse seine, ada kecenderungan bahwa
ikan yang berukuran kecil akan berada di jaring bagian bawah sedangkan ikan
yang berukuran besar akan berada di jaring bagian atas. Hal ini akan berpengaruh pada kondisi fisik ikan,
sehingga petugas sampling yang akan melakukan pengecekan di laboratorium harus
hati-hati dalam memilih ikan yang mewakili seluruh hasil tangkapan. Waktu
sampling yang paling tepat adalah saat pembongkaran kapal penangkap ikan di
pelabuhan. Evaluasi bahan baku memerlukan analisis yang tepat terutama
menentukan kadar protein, lemak dan air dari ikan hasil tangkapan. Ikan
merupakan sumber daya yang mudah rusak kualitasnya, karena adanya aktivitas
dari bakteri dan enzimatik. Oleh karena itu harus dilakukan penanganan
yang tepat dan cepat terhadap ikan hasil tangkapan. Misalnya digunakan sebagai
bahan baku pembuatan tepung ikan, dijadikan makanan kaleng, pembuatan minyak
ikan, serta penyediaan ikan segar dengan filleting.
Produksi tepung ikan dan minyak dari bahan baku ikan segar memberikan hasil
tertinggi dan kualitas produk yang baik.
Ikan hasil tangkapan yang akan
digunakan sebagai bahan baku industri biasanya dikeringkan. Hal ini dilakukan
untuk memperpanjang umur penyimpanan ikan. Selain itu juga mengurangi aktivitas
bakteri yang dapat mengurangi kualitas ikan. Bahan baku ikan segar yang akan
dikalengkan biasanya melalui beberapa proses yaitu mulai dari tahapan
pembersihan ikan yaitu mengeluarkan isi dalam perutnya, pemisahan kepala dengan
badannya, pencucian, peletakan ikan ke dalam kaleng, pemberian bahan-bahan
tertentu pada kaleng seperti bumbu, pemasakan, pemberian segel pada kaleng, pensterilan,
dan pengepakan yang kemudian disimpan.
Berdasarkan video yang telah didownload, ikan di tangkap dengan bantuan
kapal dan selanjutnya dibawa ke pelabuhan. Dalam pelabuhan, ikan dibersihkan
terlebih dahulu dengan menggunakan suatu alat teknologi yang sudah dirancang
sesuai dengan kegiatannya dan dibantu oleh para petugas dalam pelabuhan
tersebut. Ikan tersebut diolah menjadi bahan baku melalui suatu proses yang dilakukan
para petugas. Hal itu menunjukkan bahwa
ikan-ikan yang diperoleh dari hasil penangkapan ikan di laut dijadikan sebagai
bahan baku untuk pembuatan tepung ikan melalui proses pemasakan, penggilingan,
pengurangan kadar air, pengeringan, dan dimasukkan dalam sebuah kantung
berukuran tertentu. Selain diolah menjadi tepung ikan, ikan-ikan tersebut juga
digunakan sebagai stok ikan segar yang mengalami proses filleting dan pemotongan kepala khususnya pada jenis-jenis ikan
salmon. Daging ikan yang sudah difillet
dimasukkan ke dalam suatu wadah yang kedap air dan dilakukan proses pengepakan.
Setelah proses pengepakan selesai, bahan baku tersebut dimasukkan ke dalam
suatu ruangan khusus dengan suhu tertentu untuk menjaga kualitas bahan baku.
Bukan hanya itu, ikan mengalami proses pengalengan yang menjadikan ikan dapat
dikonsumsi tanpa mengalami proses pembersihan yang sebelumnya dilakukan di
dalam pelabuhan. Sama seperti sebelumnya, setelah proses pengalengan selesai,
selanjutnya dilakukan proses pengepakan dan diletakkan dalam ruangan khusus.
Semua kegiatan tersebut, selanjutnya diangkut dan didistribusikan ke
wilayah-wilayah yang memasarkan produk tersebut.
Penangan terhadap hasil tangkapan
menjadi bahan baku industri di pelabuhan wilayah Chili cukup bagus. Dilihat
dari teknologi yang digunakan serta para petugas yang cepat dalam menangani
hasil tangkapan terebut.
XVI.
PENUTUPAN
16.1
Kesimpulan
Produksi perikanan di Indonesia maupun di luar negeri sangat
meningkat dan berkembang. Disamping sumber kekayaan laut yang melimpah, usaha
penangkapan ikan mulai meningkat. Mulai dari penangkapan, pengolahan,
pengalengan dan pemasaran.
DAFTAR
PUSTAKA
cucut-shark-di-perairan-samudera-hindia-s.html
Muljanah I dan Murniyati. 2009. Penggunaan plastik HDPE dalam
proses
sterilisasi
panas pada pengolahan ikan kembung (Rastrelliger
sp.).
Seminar
Nasional Perikanan Indonesia, Sekolah Tinggi Perikanan.
Rahayu, W.P. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan.
Departemen
Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Institut
Pertanian
Bogor. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar